Wednesday, April 7, 2010

STEREOTYPE

Stereotype orang Bali
Bali yang eksotis dan erotis. Seseorang memberi cap eksotis terhadap sesuatu karena orang itu berada di luar wilayah sesuatu yang dianggapnya eksotis, yang notabene baru dikenalnya. Dengan kata lain, jarak budaya menjadi salah satu penentu klaim eksotis. Penentu lainnya adalah subjektivitas atau cara pandang seseorang, serta pengaruh subjektivitas atau cara pandang orang lain terhadap seseorang itu.
Pemahaman atas strategi pencitraan yang selama ini diterjemahkan melalui televisi, info pariwisata ataupun cerita dari mulut ke mulut tentang Bali yang eksotis seringkali menjadi bias ketika orang luar Bali (atau bahkan masyarakat Bali sendiri) menemui realita yang tak sejalan dengan apa yang didengung-dengungkan. Realita tentang Bali yang feodal, Bali yang gamang, Bali yang fundamentalis, bahkan Bali yang penuh praktek kekerasan.
Masyarakat Bali sejak masa lalu sudah terbiasa hidup dalam alam erotisme. Karya seni mereka, bahkan untuk sesuatu yang dimaksudkan sebagai persembahan kepada Tuhan (sakral) banyak yang mengandung unsur erotisme. Apakah itu berupa patung, arca kecil, sampai pada rerajahan (lukisan sakral di atas kain untuk ritual keagamaan), unsur erotisme sangat kuat. Simbol kemaluan pria dan wanita atau yang lazim disebut lingga dan yoni ada dalam berbagai bentuk, termasuk dalam rerajahan yang dibuat oleh para sulinggih. Ini tentu saja berkaitan dengan peradaban masyarakat masa lalu sebelum masuknya Hindu, suatu keyakinan yang belum menemukan formatnya dalam agama yang datang kemudian. Peninggalan seperti itu banyak sekali terdapat di lokasi yang kini dijadikan cagar budaya, yang terkenal misalnya di Candi Sukuh, Jawa Tengah. Kalau kita memperhatikan patung-patung erotisme di sana, tak ada timbul pikiran yang mengarah ke cabul meskipun nyata-nyata simbol seks itu diperlihatkan.

Stereotype orang batak
Orang batak itu dikenal dengan kebringasannya, kejam, sering keras kalau berbicara, nekat, dan lain-lain. Ini memang stereotype yang tidak bisa dihindari. Tapi kata siapa orang batak tidak ada yang lemah lembut, halus, hormat? Kita terbiasa hanya melihat dari sisi yang negatif. Walaupun memang, yang sering terlihat dimasyarakat itu adalah yang negatif. Tapi itu semua tergantung masyarakat yang menilainya. Akan lebih baik kita menilai orang atau kelompok dari positifnya juga. Bila perlu, tidak usah menilai orang dari suku, agama, warna kulit ataupun lainnya.

Stereotipe suku Dayak Kanayatn
Dayak Kanayatn atau biasa disebut Dayak Ahe adalah salah satu suku di Kalimantan Barat. Stereotype orang lain menyangkut suku Dayak pasti langsung terlintas di benak mereka sebagai suku yang suka makan orang, menyembah berhala, dan primitif. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ialah tragedi perang etnis yang sempat terjadi di Kalimantan. Suku Dayak yang pada saat itu berperang dengan suku pendatang yang tidak perlu disebut namanya menggunakan bantuan roh pada saat berperang. Orang yang telah kerasukan roh halus tersebut tidak dapat mengendalikan prilakunya. Orang tersebut dapat menyerang secara membabi buta ke suku yg mereka tuju, tak terkecuali memakan bagian dari tubuh mereka. Sejak dari dulu, nenek moyang suku dayak telah menggunakan bantuan roh untuk pengobatan, namun juga dengan bantuan Tuhan yang biasa mereka sebut dengan Jubata. Beberapa Suku Dayak pedalaman juga ada beberapa yang masih primitif.Namun banyak juga yang sudah berpikir modern. Hala tersebut tergantung cara penyebaran teknologi dan modernisasi di daerah tersebut.

Stereotipe etnis Tiong Hoa
Stereotipe etnis Tiong Hoa di indonesia lebih banyak pandangan negatifnya. Selain karena masalah keminoritasan ada juga yang beralasan eksklusifitas. Etnis Tiong Hoa di indonesia lebih di pandang sebagai warga minoritas yang sering mengeksklusifkan diri dan tidak mau berbaur dengan warga pribumi, ada jg yang mengatakan para etnis Tiong Hoa selalu tidak jujur dalam berdagang. Ada pula yang mengatakan bahwa mereka pelit dan suka melakukan kekerasan.
Dengan adanya setereotip seperti ini etnis Tiong Hoa sering kali mendapat diskriminasi dan ajang kambing hitam. Selain stereotipe negatif yang diberikan ada juga sekelompok orang yang mempunyai padangan berbeda. Soal kerja keras dan pandai berdagang dimana kita lihat banyak orang Tiong Hoa bermata pencaharian sebagai pedagang kelontong. Hal ini juga terkadang ditiru dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia

Stereotype orang Palembang
Pertama kali orang berkenalan dan mendengar bahwa kenalannya tersebut berasal dari Palembang, maka akan ada beberapa deskripsi tentang orang Palembang yang terlintas di benak kepala mereka. Banyak orang mengatakan bahwa orang Palembang adalah orang yang kejam, kasar, penuh dengan tindakan kriminalitas, tidak sopan, dan gaya bicara yang blak-blakan serta berteriak-teriak saat berbicara.
Orang awam berpendapat bahwa Palembang adalah gudangnya kriminalitas. Banyak tayangan di televisi yang menampilkan tindakan kriminalitas dan yang menjadi tersangkanya adalah orang Palembang. Misalnya kejahatan kapak merah yang sering terjadi di jalan raya, kebanyakan anggota geng kapak merah adalah orang Palembang. Bukan hanya kejahatan yang terjadi di Palembang saja, tetapi di kota Palembang juga sering terjadi berita criminal terutama pencurian yang disertai pembunuhan. Sedikitnya informasi yang didapatkan orang-orang di luar Palembang tentang orang Palembang yang menyebabkan timbulnya penilaian negative tentang orang Palembang. Padahal, jika kita mencari informasi lebih lanjut, hal tersebut sepenuhnya tidaklah benar. Sebenarnya orang Palembang memiliki sifat yang sangat terbuka terhadapan perubahan. Menjaga pikiran, perkataan dan perbuatan tercerminkan dengan cara menjaga kebersihan sehingga Palembang telah mendapatkan penghargaan piala Adipura sebanyak dua kali. Keberhasilan Kota Palembang untuk kedua kalinya meraih Piala Adipura merupakan prestasi tersendiri, mengingat tahun 2005 lalu, kota ini mendapat predikat kota terkotor, tetapi selama 3 tahun warga Palembang bekerja sama untuk saling bahu-membahu dalam menjaga kebersihan kota sehingga Palembang menyandang predikat sebagai Kota Metropolitan Terbersih tahun 2008 dan predikat sebagai kota dengan Rasio Hutan Kota Terbaik. Bersama dengan Palembang, piala Adipura juga diraih oleh Kota Sekayu, Kabupaten Muba dan Kota Kayuagung, Kabupaten OKI untuk kategori kota kecil terbersih. Selain itu, Palembang mempunyai ikon makanan yaitu pempek, tekwan, dan model. Tetapi, hal lebih disayangkan adalah tidak hanya batik yang dipatenkan Malaysia sebagai produknya melainkan kain songket sebagai ikon Palembang juga telah dipatenkan oleh Malaysia.
Selain itu, orang juga berpendapat kalau gaya bahasa orang Palembang itu kasar, suka teriak-teriak, dan blak-blakan. Kebiasaan orang Palembang memang berbeda dengan orang Jogjakarta, misalnya jika berbicara pada saat malam hari, volume suara harus dipelankan, tetapi di Palembang tidak ada larangan seperti itu. Orang Palembang bukannya tidak tahu sopan santun, tetapi hanya membuat semua pembicaraan itu tegas, jelas, dan tidak membuang-buang waktu. Walaupun gaya bicara yang telah dianggap kasar dan blak-blakkan, Palembang telah beberapa kali menyumbang emas untuk Olimpiade Internasional khususnya Fisika, serta salah satu murid SMA di Palembang masuk 10 jajaran pelajar terbaik di dunia. Ini berarti Palembang tidak hanya sekedar “ribut” di mulut tetapi juga “ribut” di otak, tetapi sebenarnya orang Palembang tidak akan kasar jika orang lain tidak kasar terlebih dahulu.

No comments: